PILKADA Ulang Kota Pangkalpinang 2025 seakan membawa kejutan, meski bagi sebagian orang justru sudah dapat ditebak arahnya. Quick count yang dirilis oleh SCL Taktika Konsultan menempatkan pasangan Prof. Saparudin (Prof. Udin) – Dessy Ayutrisna sebagai pemimpin dengan perolehan suara 40,88 persen, mengungguli tiga kompetitornya: Basit–Dede dengan 28,02 persen, Molen–Zaki 25,58 persen, serta Eka–Radmida 5,52 persen. Data ini diambil dari seratus persen TPS sampel, dengan margin of error sekitar satu persen.
Hasil tersebut menegaskan satu hal, publik Pangkalpinang menginginkan wajah baru dalam kepemimpinan. Fakta ini sejatinya sudah terlihat sejak Pilkada 2024, ketika kotak kosong berhasil mengalahkan pasangan tunggal Molen–Hakim. Pilihan menyalurkan suara ke kotak kosong waktu itu menjadi bentuk perlawanan sunyi masyarakat, sebuah penegasan bahwa demokrasi tidak bisa dipaksakan hanya dengan satu opsi calon.
Kemenangan kotak kosong pada 2024 menjadi pintu masuk bagi lahirnya kontestasi yang utuh. Empat pasangan calon hadir dalam Pilkada Ulang, termasuk jalur independen Eka–Radmida yang sebelumnya dipandang sebagai kejutan.
Perjalanan politik Pangkalpinang menunjukkan bahwa publik lebih merindukan figur alternatif dengan kombinasi pengalaman politik dan kedekatan sosial. Udin–Dessy menemukan momentum tersebut.
Saparudin dikenal sebagai akademisi, sementara Dessy membawa energi politik muda. Kombinasi intelektualitas dan militansi lapangan tampaknya menjadi daya tarik di tengah kejenuhan publik terhadap wajah lama.
Sejumlah survei menjelang hari H sempat memprediksi ketatnya pertarungan antara Molen–Zeki dan Udin–Dessy. Elektabilitas Molen–Zeki bahkan unggul tipis, sekitar tiga persen di atas Udin–Dessy. Namun quick count membalikkan prediksi itu.
Pergeseran suara pemilih mungkin terjadi di detik-detik terakhir. Masyarakat tampaknya lebih condong pada Udin–Dessy. Efek psikologis kotak kosong tahun lalu masih membekas, sehingga masyarakat cenderung mencari penantang serius ketimbang mengulang pilihan lama.
Partisipasi publik juga patut dicatat. Elekta Research Center sebelumnya memperkirakan tingkat partisipasi pemilih bisa mencapai 85,94 persen, angka yang melebihi optimisme KPU Pangkalpinang, yakni 80 persen. Jika angka ini benar-benar tercapai, maka Pilkada Ulang Pangkalpinang akan tercatat sebagai salah satu momen demokrasi lokal dengan keterlibatan publik yang tinggi. Fakta ini membantah kekhawatiran bahwa masyarakat akan apatis pasca drama kotak kosong.
Meski quick count menunjukkan keunggulan Udin–Dessy, hasil ini masih bersifat sementara. KPU tetap menjadi satu-satunya lembaga yang berwenang mengumumkan hasil resmi. Namun sebagai gambaran awal, quick count sudah cukup memberi arah bahwa publik Pangkalpinang benar-benar siap memberikan mandat pada pemimpin baru.
Pertanyaannya kini, mampukah Udin–Dessy menjaga kepercayaan itu? Rakyat Pangkalpinang jelas menuntut lebih dari sekadar pergantian wajah. Mereka ingin perubahan yang konkret, seperti tata kelola kota yang bersih, pelayanan publik yang sigap, serta kepemimpinan yang inklusif.
Sejarah sudah dibuat ketika kotak kosong menang. Kini, masyarakat tampaknya memilih menulis bab baru dengan memberikan kesempatan pada Udin–Dessy untuk membuktikan diri. (*)














