BANGKA, DAN — Penambang rakyat di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk mulai merasakan dampak positif dari penyesuaian Nilai Imbal Usaha Jasa Penambangan (NIUJP) yang ditetapkan perusahaan beberapa waktu lalu. Kenaikan NIUJP ini membuat harga beli bijih timah dari para mitra dan penambang rakyat meningkat, memberikan napas baru bagi mereka yang menggantungkan hidup dari hasil tambang.
Rafiq, salah satu penambang di Kabupaten Bangka, mengaku kini bisa mendapatkan harga yang lebih layak untuk hasil tambangnya. Ia mengatakan, pada Jumat sore (24/10/2025), satu kilogram bijih timah miliknya dibeli dengan harga Rp160.000 per kilogram.
“Sudah beberapa minggu ini harga stabil. Habis naik ke darat langsung jual ke CV karena dari CV sudah menunggu. Kita enggak perlu bawa keluar dari sini, enggak susah cari kolektor, harganya juga sesuai,” kata Rafiq.
Menurutnya, sebelumnya harga timah sering berubah-ubah antara Rp112.000 hingga Rp180.000 per kilogram. Selain itu, penjualan timah juga kerap terkendala karena tidak ada pembeli. Padahal, penghasilan dari menambang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dengan harga Rp160.000 per kilogram, Rafiq menilai hasilnya cukup bagi penambang kecil seperti dirinya. Ia bekerja sendiri dan menggunakan peralatan milik pribadi. “Kalau sebagai penambang, maunya harga lebih tinggi. Tapi kalau harga Rp160 ribu ini lumayan, karena kami biasanya dapat 3–5 kg sehari. Ongkos nambang sekitar Rp200 ribu. Saya kerja sendiri jadi masih ketutup ongkos, cuma kalau alat rusak ya bingung juga,” ujarnya.
Rafiq menuturkan, pekerjaan sebagai penambang tidak selalu menghasilkan. Cuaca buruk, gelombang tinggi, dan kerusakan alat sering kali membuat mereka berhenti sementara. Karena itu, saat harga bagus dan hasil melimpah, mereka berusaha menabung untuk hari-hari sulit.
“Biasanya istri yang ngatur uang. Kalau harga timah bagus, pendapatan nambah, setidaknya bisa simpan sedikit. Harga naik dan stabil ini baru beberapa minggu. Semoga nanti bisa naik lagi,” harapnya.
Terkait polemik harga timah yang sempat mencuat, Rafiq mengatakan dirinya lebih memilih mengikuti aturan main yang berlaku. “Susah juga kalau harga mahal tapi enggak ada yang mau beli. Sekarang yang penting bisa kerja dengan tenang,” ujarnya.
Ia menambahkan, dulu dirinya termasuk penambang kecil yang bekerja “kucing-kucingan” di kawasan IUP PT Timah Tbk. Namun, sejak bermitra dengan CV rekanan PT Timah, kini ia merasa lebih aman.
“Sekarang lebih tenang kalau mau kerja dan ninggalin alat karena diurus CV. Kalau dulu, begitu ada razia, berhari-hari enggak bisa kerja. Sekarang jualnya juga mudah, harganya hampir sama,” jelasnya.
Senada, penambang lainnya bernama Faisal juga mengaku kini lebih tenang dengan harga timah yang stabil. Ia berharap harga bisa terus naik agar kesejahteraan penambang ikut meningkat.
“Dulu harga tinggi tapi susah dijual. Sekarang harga Rp160 ribu dibeli CV, naik ke darat langsung bisa jual. Pulang-pulang bisa bawa uang, anak istri bisa belanja,” tuturnya.
Faisal berharap, ke depan harga timah bisa kembali meningkat seperti sebelumnya yang sempat mencapai Rp180.000 per kilogram. “Dengan harga sekarang saja kami sudah Alhamdulillah, karena hasil di laut enggak menentu, kadang dapat banyak, kadang enggak ada sama sekali,” katanya. (*)














